Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kabupaten Malang, Nurcahyo, menyatakan bahwa perjanjian pemanfaatan sumber air oleh Kota Malang harus ditinjau kembali demi keseimbangan kepentingan antardaerah. “Prinsip kerja sama daerah adalah saling menguntungkan. Kalau ternyata ada ketimpangan manfaat, tentu harus dievaluasi,” ungkap Nurcahyo, Kamis (26/6/2025).
Evaluasi ini mencuat setelah DPRD mengkritisi rendahnya nilai kompensasi yang diterima Kabupaten Malang dibandingkan harga jual air oleh PDAM Kota Malang, PD Tugu Tirta, kepada masyarakat. Air bersih dari sumber-sumber seperti Wendit, Karangan, dan Pitu di wilayah Kabupaten Malang selama ini menjadi tulang punggung pasokan air bagi warga Kota Malang.
Zulham Akhmad Mubarrok, anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang, menyampaikan bahwa harga jual air dari Kabupaten ke Kota sangat timpang. Kota Malang hanya membayar Rp 150–200 per meter kubik, sementara warga membelinya mulai dari Rp 3.400 hingga Rp 14.300 tergantung segmen pengguna. “Kita jual murah, tapi masyarakat Kota Malang membayar mahal. Ini ketimpangan yang tidak bisa terus dibiarkan,” tegasnya.
Berdasarkan data terbaru, pendapatan Kabupaten Malang dari sumber air Wendit tercatat Rp 8,09 miliar per tahun. Sumber Pitu menyumbang sekitar Rp 1,3 miliar, sementara dari Sumber Karangan dan Donowarih, Kabupaten hanya menerima Rp 164 juta. Bandingkan dengan potensi pendapatan PD Tugu Tirta yang ditaksir mencapai ratusan miliar dari air bersumber di wilayah Kabupaten.
Persoalan distribusi air antarwilayah ini bukan hal baru. Pada 2022, KPK melalui tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) pernah memediasi Pemkab dan Pemkot Malang dalam pertemuan di Solo, menghasilkan kesepahaman pengelolaan sumber air bersama. Namun hingga kini, isu keadilan pembagian manfaat belum juga tuntas.
Anggota Komisi 2 DPRD Kabupaten Malang, Ukasyah Ali Murtadlo menilai saatnya Pemkab mengambil sikap lebih tegas. “Kami akan memanggil seluruh pihak terkait, termasuk PD Tugu Tirta, untuk membahas kemungkinan penghentian penjualan air apabila tidak ada kejelasan soal keadilan kompensasi,” ujarnya.
Dengan desakan legislatif yang semakin kuat, evaluasi kebijakan pengelolaan air lintas daerah ini berpotensi menjadi isu strategis antara dua pemerintahan daerah yang selama ini bergantung satu sama lain dalam penyediaan layanan air bersih.(*)