![]() |
Ketua LBH Ansor Kota Batu Moch Wahyu Nur Agung Satriyo,S.H |
Dalam tayangan tersebut, narasi yang disampaikan dinilai mengandung unsur penghinaan dan framing negatif terhadap kehidupan para kiai. Visual serta caption yang digunakan disebut-sebut tidak mencerminkan nilai jurnalistik yang berimbang dan malah menimbulkan kesan merendahkan dunia pesantren.
“Ini bukan sekadar kesalahan teknis atau salah tayang. Ini bentuk penghinaan terhadap sosok yang telah mengabdikan hidupnya untuk pendidikan dan umat,” ujar salah satu tokoh pesantren.
Pernyataan senada datang dari Ketua LBH Ansor Kota Batu, Moch Wahyu Nur Agung Satriyo, S.H, yang menilai bahwa pemberitaan Trans7 telah melanggar kode etik jurnalistik serta berpotensi mengandung narasi ujaran kebencian.
“Kami sangat menyayangkan pemberitaan tersebut. Sebagai lembaga penyiaran publik, Trans7 seharusnya menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, akurasi, dan adab dalam menyajikan informasi. Narasi yang berpotensi menumbuhkan kebencian terhadap kelompok tertentu, apalagi terhadap tokoh agama, jelas tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Pihaknya juga mendorong Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk segera menindaklanjuti laporan masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain permintaan maaf, banyak kalangan mendesak agar Trans7 menunjukkan itikad baik melalui langkah konkret, seperti memproduksi tayangan edukatif yang menggambarkan nilai-nilai barokah, adab, dan karakter pesantren, guna mengembalikan kepercayaan publik.
Insiden ini menjadi pengingat penting bagi dunia penyiaran agar tetap berpegang pada prinsip jurnalistik yang beretika, tidak memuat ujaran kebencian, serta menghormati keberagaman nilai dan budaya masyarakat Indonesia. (Red)