Kecaman ini muncul menyusul dugaan penganiayaan terhadap Humaidi, wartawan Radar Situbondo, saat meliput aksi unjuk rasa di sekitar Alun-Alun Situbondo pada Kamis (31/7). Dalam peristiwa itu, Humaidi diduga mendapatkan perlakuan kasar dari sejumlah orang yang disebut sebagai simpatisan Bupati Rio Wahyu Prayogo.
Ketua Umum KJJT, Ade S. Maulana, menilai kejadian ini sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang. Ia juga menegaskan, kekerasan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik merupakan bentuk intimidasi terhadap profesi dan kebebasan berekspresi.
“Ini bukan sekadar insiden biasa. Ini adalah peringatan keras bahwa ruang aman jurnalis semakin terancam. Bila tidak ada permintaan maaf resmi dari Bupati Situbondo, ratusan jurnalis siap mengepung Mapolda Jatim sebagai bentuk solidaritas,” tegas Ade dalam konferensi pers, Senin (4/8).
Ade menyebut, insiden itu bisa dijerat dengan pasal 18 ayat (1) UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang secara sengaja menghalangi kerja jurnalistik.
Sebagai bentuk protes, KJJT menyerukan boikot terhadap seluruh aktivitas informasi dan publikasi Pemerintah Kabupaten Situbondo. Jurnalis diminta tidak menyiarkan berita-berita dari pemkab hingga permintaan maaf resmi disampaikan.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jangan uji kekompakan kami. Jurnalis dari Sabang sampai Merauke akan bersatu jika satu saja di antara kami terluka,” imbuh Ade.
Dalam kronologi yang dihimpun dari Divisi Humas KJJT, peristiwa bermula ketika Humaidi tengah mewawancarai Bupati Rio di tengah aksi massa. Terjadi adu argumen, lalu diikuti aksi penolakan dan perampasan alat kerja oleh bupati, serta dugaan penganiayaan dari pihak tak dikenal. Humaidi sempat dibanting dan ditendang di hadapan publik. Akibat kejadian itu, ia dilarikan ke rumah sakit dan menjalani visum.
Kejadian ini juga memperkuat kekhawatiran akan menurunnya Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Jawa Timur. Berdasarkan data Dewan Pers, skor IKP provinsi ini anjlok dari 76,55 poin (2023) menjadi 67,45 poin (2024), menempatkan Jatim di peringkat ke-33 dari 38 provinsi di Indonesia.
“Penurunan drastis ini menunjukkan bahwa insiden seperti di Situbondo bukan kasus tunggal, tapi bagian dari tren buruk terhadap kebebasan pers,” kata Ade.
Saat ini, laporan resmi telah disampaikan ke Polres Situbondo, dan KJJT berharap kasus ini segera ditangani oleh Polda Jatim untuk menjamin objektivitas dan penegakan hukum yang adil.
Reporter : Hariono
Sumber: Divisi Humas KJJT