Keputusan ini diambil setelah tim gabungan Polda Jatim melakukan evaluasi menyeluruh terhadap hasil penyelidikan sejak peristiwa tragis itu terjadi pada 29 September 2025.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menyatakan bahwa peningkatan status perkara menunjukkan adanya indikasi kuat dugaan pelanggaran hukum terkait runtuhnya bangunan pesantren tersebut.
“Dari hasil gelar perkara, disimpulkan bahwa proses hukum dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut dari hasil temuan tim di lapangan,” ujar Kombes Pol Abast, Kamis (9/10/2025).
Setelah peningkatan status perkara, penyidik Polda Jatim akan memanggil sejumlah saksi tambahan dan menghadirkan para ahli konstruksi serta perizinan bangunan untuk dimintai keterangan.
“Keterangan ahli nantinya menjadi alat bukti penting untuk memastikan apakah ada unsur kelalaian atau pelanggaran pidana,” tambahnya.
Dalam tahap awal penyelidikan, sebanyak 17 orang saksi telah diperiksa, mulai dari pihak yayasan, pekerja proyek, hingga pejabat setempat. Namun, Abast menegaskan bahwa tidak semua saksi akan dipanggil kembali.
“Kami akan memanggil ulang hanya saksi yang dinilai relevan dengan peristiwa runtuhnya bangunan pondok tersebut,” jelasnya.
Selain memeriksa saksi, penyidik juga akan mengidentifikasi kemungkinan adanya pelanggaran dalam proses pembangunan, baik dari sisi struktur, izin, maupun pengawasan proyek.
“Penyidikan ini akan berjalan secara profesional dan transparan, sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku,” tegas Abast.
Sebagai informasi, bangunan Ponpes Al Khoziny di Buduran roboh pada akhir September lalu dan menimbulkan kepanikan warga sekitar. Polisi telah membentuk tim khusus untuk menelusuri penyebab pasti kejadian tersebut, termasuk dugaan kelalaian kontraktor atau pelanggaran teknis bangunan.