Informasi yang dihimpun menyebutkan, hampir 300 pedagang diminta membayar iuran mencapai Rp700 ribu per pedagang hingga akhir Oktober, dengan tambahan Rp1 juta bagi yang ingin memperpanjang kontrak selama satu bulan ke depan.
Beberapa pedagang mengaku bahwa penarikan iuran dilakukan tanpa bukti pembayaran resmi. Seorang pedagang berinisial 'A' mengatakan telah dua kali membayar, masing-masing sebesar Rp600 ribu dan Rp700 ribu–750 ribu, tanpa menerima tanda terima.
“Kami hanya diminta setor. Tidak ada kwitansi atau bukti resmi,” ujar A saat ditemui media, Selasa (21/10/2025).
Hal senada disampaikan pedagang lainnya, 'U', yang mengaku menyerahkan uang tersebut kepada seseorang bernama Wahyudin, akrab disapa 'Kelik' yang disebut-sebut sebagai bagian dari satgas di lapangan.
Menurut U, penarikan dana tersebut dikoordinasikan oleh pihak berinisial 'NIK', dan pedagang yang menolak membayar diancam akan dipindahkan atau dikeluarkan dari area berdagang.
“Yang tidak bayar disuruh keluar, katanya sudah perintah satgas,” ungkap U.
Menanggapi laporan tersebut, Ketua PAC Pemuda Pancasila Kota Baru, Edi Sitorus, menyebut temuan ini mengindikasikan adanya praktik pungli yang dilakukan secara terkoordinir tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kami melihat tidak ada surat perintah tugas resmi atau dasar legalitas dalam penarikan uang itu. Ini patut diduga sebagai pungli terkoordinir,” tegas Edi.
“Kami akan melayangkan somasi kepada BPKAD dan Gubernur Lampung agar menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini,” lanjutnya.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Wahyudin (Kelik) melalui pesan WhatsApp belum mendapatkan tanggapan. Sementara itu, pihak panitia Ijtima maupun instansi terkait belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pungutan liar tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut kegiatan keagamaan berskala besar yang seharusnya berjalan secara transparan dan bebas dari praktik pungli. Sejumlah pihak berharap Pemerintah Provinsi Lampung dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan masyarakat untuk memastikan kegiatan Ijtima berlangsung tertib, aman, dan sesuai aturan.(Efrizal)