![]() |
H. Moh. Huzaini : Saya bukan ingin menyudutkan institusi, tetapi hanya ingin menagih keadilan yang selama ini tidak saya dapatkan. |
Dalam pernyataannya kepada DerapHukumPos.com pada Senin (30/6), Huzaini mengaku kecewa dan lelah menunggu kepastian hukum yang tak kunjung tiba. Terakhir, ia melayangkan surat pengaduan pada 29 November 2024 yang ditujukan langsung kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, c.q. Divisi Propam Polri. Dalam surat itu, ia meminta perhatian khusus dan percepatan penanganan atas laporannya yang mandek di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim sejak 31 Juli 2022.
“Saya bukan ingin menyudutkan institusi, tetapi hanya ingin menagih keadilan yang selama ini tidak saya dapatkan,” tulis Huzaini dalam surat pengaduan yang juga ditembuskan ke Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman RI, Kompolnas, Kejati Jatim, dan Polda Jatim.
Laporan yang dilayangkan Huzaini menyangkut dugaan penipuan dan penggelapan dana oleh dua orang, yakni Nanda Dhimas Kevin dan Teguh Suharto alias Doni. Menurut Huzaini, kedua nama tersebut hanya bertindak sebagai kurir dari pelaku utama yang diduga berada di balik kasus ini.
Yang menjadi sorotan, dari sejumlah nama yang dilaporkan, hanya satu yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara yang lain, termasuk Agus Yudha Warsono—pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang disebut sebagai otak intelektual kejahatan—belum tersentuh proses hukum. Padahal, menurut Huzaini, nama Agus telah tercantum dalam rekomendasi Inspektorat dan Bappeda Jatim.
“Mengapa orang yang diduga paling bertanggung jawab justru tidak pernah dipanggil atau diperiksa?” ungkapnya penuh tanya.
Huzaini mengaku menemukan banyak kejanggalan dalam proses penanganan kasusnya, mulai dari tidak dilibatkannya korban dalam gelar perkara, hingga janji pengembalian uang oleh penyidik yang tak kunjung ditepati.
Ia menyebut, tersangka dalam kasus ini masih dapat berkomunikasi dengan penyidik meskipun statusnya sudah resmi. Bahkan, ia pernah dijanjikan pengembalian uang pada Desember 2023, namun janji tersebut tak pernah terwujud.
Surat perkembangan penyidikan (SP2HP) sejak Agustus 2022 hingga Agustus 2024.
Surat tanda penerimaan SPDP dari Polda Jatim.
Surat kuasa perbankan dari dua bank berbeda.
Surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atas salah satu terlapor tertanggal 28 Maret 2024.
Dalam pengaduannya, ia juga menyoroti potensi pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP, yang dapat membatalkan dakwaan jika berkas perkara dinilai tidak lengkap atau tidak cermat sejak awal.
“Kalau dari awal berkasnya sudah tidak terang, maka di tingkat kejaksaan dan pengadilan juga bisa terkecoh,” tegasnya.
Lebih jauh, Huzaini menduga adanya kongkalikong antara penyidik, saksi, dan tersangka. Ia turut meminta agar nama-nama seperti Djoko Kustoro dan Wendri Wijaya diperiksa karena diduga mengetahui atau terlibat dalam skema penipuan tersebut.
Namun, semua permintaan dan masukan itu belum juga membuahkan tindak lanjut dari aparat penegak hukum.
“Saya sudah berkali-kali menyeberang dari Madura ke Surabaya, menghabiskan waktu, biaya, dan tenaga. Tapi sampai sekarang, hasilnya nol,” keluh Huzaini dengan nada getir.
Dalam suratnya, Huzaini memohon agar Mabes Polri, khususnya Divisi Propam, dapat menyelidiki dugaan pelanggaran etik dan ketidakwajaran penanganan kasus ini. Ia juga berharap agar lembaga-lembaga lain yang ia tembusi, seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI, bisa turut mengawasi jalannya proses hukum.
Meski kecewa, Huzaini tetap menyimpan secercah harapan terhadap institusi kepolisian.
“Saya tetap percaya Polri bisa bekerja secara profesional, adil, dan tidak tebang pilih,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, sejumlah pihak yang disebut dalam laporan masih diupayakan untuk dikonfirmasi.(Red)