DerapHukumPos.com --Malang– Gelombang protes warga Desa Banjarejo dan Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, kian membara. Mereka mendesak adanya pengukuran ulang proyek pelebaran Jalan Nasional Gondanglegi–Balekambang yang dinilai tidak transparan dan merugikan masyarakat.
Sejak awal, tanda tanya besar menggantung: ke mana para kades? Dua kepala desa — Banjarejo dan Pagelaran — justru tidak terlihat dalam audiensi maupun koordinasi, padahal dokumen penting seperti petok D dan Letter C sebagai bukti batas tanah warga berada di tangan pemerintah 2 desa tersebut.
Absennya peran kades menimbulkan kecurigaan warga: ada apa di balik sikap diam itu?
“Warga datang mencari keadilan, tapi kades yang seharusnya menjadi tolok ukur justru tidak mendampingi. Ini menguatkan dugaan masyarakat, ada permainan yang sengaja ditutup-tutupi,” tegas salah satu perwakilan warga.
Rancangan Proyek: Fakta di Atas Kertas vs Realita Lapangan
Bupati Malang sebelumnya menjelaskan, proyek JLS (Jalur Lintas Selatan) dirancang dengan spesifikasi:
Lebar jalan total: 13 meter.
Badan jalan: 7 meter.
Bahu jalan: 2 meter (kanan–kiri = 4 meter).
Drainase: 1 meter (kanan–kiri = 2 meter).
![]() |
Berbagai upaya warga pagelaran melakukan koordinasi untuk mendapatkan keadilan atas haknya. |
Proyek sepanjang 31 kilometer itu diharapkan oleh bupati malang mampu membuka akses, menggerakkan ekonomi, dan memberi manfaat luas bagi masyarakat. Namun, di lapangan, janji manis itu berubah getir.
Pengukuran dianggap asal-asalan, kompensasi tidak jelas, bahkan sebagian warga tidak menerima ganti rugi meski lahan dan usaha mereka terdampak langsung. Sementara itu, proyek terus berjalan seolah tanpa peduli jeritan warga.
Dugaan Permainan dan Kekecewaan Publik
Alih-alih menjadi proyek pembangunan yang membanggakan, dugaan permainan anggaran dan pengabaian hak rakyat justru menyeruak. Warga menuding ada oknum yang mengutamakan keuntungan pribadi di balik pengerjaan proyek nasional ini.
Dalam forum warga Selasa yang lalu (16/9/2025) malam di rumah bapak Muis, hadir Muspika Pagelaran — Camat Bambang Priambodo, Kapolsek Iptu Umarji, Danramil Lettu Supii— serta anggota DPRD Malang, Fakih Pilihan. Warga sepakat: proyek tidak boleh dilanjutkan sebelum ada kepastian keadilan.
Tuntutan Tegas Masyarakat :
1. ATR/BPN dan Pemkab Malang wajib turun langsung melakukan pengukuran ulang di lapangan.
2. Proses pengukuran harus disaksikan dan diawasi seluruh warga terdampak.
3. Hasil pengukuran diumumkan secara terbuka dan resmi di depan publik.
“Kalau tuntutan ini tidak dipenuhi, lebih baik proyek dihentikan. Semua struktur yang terlibat harus diganti dengan petugas yang punya hati nurani dan berpihak pada rakyat,” tegas warga.
Bola Panas di Tangan Bupati
Kini, tuntutan masyarakat di tangan Bupati Malang, Drs. H.M. Sanusi, M.M. Selaku pemilik hajad besar, apakah hajad ini untuk pelebaran jalan yang berpihak pada masyarakat atau Pelebaran kepentingan dan masalah untuk mencederai hati rakyatnya, karena Warga tidak lagi menuntut janji, melainkan langkah nyata.
Pagelaran menanti: apakah pemerintah akan berdiri di sisi rakyat atau membiarkan kecurigaan publik bahwa proyek ini hanya menguntungkan segelintir orang? (Bush87).