![]() |
Oleh: Busamat – Skema Pemilu Terbaru Dibagai Menjadi 2 |
DerapHukumPos.com --Jakarta, Deraphukumpos.com – Perubahan skema pelaksanaan Pemilu Serentak Nasional dan Daerah menjadi babak baru dalam sejarah demokrasi Indonesia, tepat di awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Revisi rancangan Undang-Undang Pemilu yang kini ramai diperbincangkan di parlemen membawa dampak besar, baik dari sisi teknis penyelenggaraan, masa jabatan, hingga peta kekuasaan politik di pusat maupun daerah.
Berdasarkan dokumen skema terbaru, Pemilu Nasional tetap mencakup Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, serta DPD RI dengan masa jabatan tidak berubah, yaitu 2024–2029 dan pemilu berikutnya dilaksanakan pada 2029.
Namun yang menarik adalah perubahan signifikan pada Pemilu Daerah. Jika sebelumnya masa jabatan kepala daerah dan DPRD hanya lima tahun, skema baru memperpanjang masa jabatan tersebut menjadi enam tahun, dari 2025–2031, dengan pemilu selanjutnya dijadwalkan pada tahun 2031.
Komposisi Pemilu Daerah baru meliputi:
Gubernur dan Wakil Gubernur
Bupati dan Wakil Bupati
Wali Kota dan Wakil Wali Kota
DPRD Provinsi
DPRD Kabupaten/Kota
Tambahan Masa Jabatan, Siapa Diuntungkan?
Dengan adanya tambahan masa jabatan dua tahun untuk pejabat daerah, praktis kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan menjabat hingga 2031. Ini bisa menjadi keuntungan politik bagi para calon petahana maupun kandidat yang menang Pilkada mendatang. Mereka mendapat waktu lebih panjang untuk membuktikan kinerja sekaligus mengokohkan pengaruh politik menjelang pemilu nasional berikutnya.
Di sisi lain, tambahan masa jabatan ini dinilai sebagai "kompensasi" atas penundaan Pilkada serentak yang sebelumnya direncanakan pada 2024 namun diundur ke 2025.
Pertarungan Politik: Nasional vs Daerah
Skema baru ini juga memisahkan jelas antara panggung politik nasional dan lokal. Dengan jeda tahun antara pemilu nasional (2024) dan pemilu daerah (2025), partai politik dipaksa menata ulang strategi. Jika sebelumnya mesin partai digenjot dalam satu momentum, kini energi harus dibagi dua: memenangkan Pilpres dan Pileg, lalu bersiap kembali setahun kemudian untuk Pilkada.
Langkah ini bisa menguntungkan partai-partai besar yang punya sumber daya kuat, namun bisa memberatkan partai kecil dan independen yang seringkali hanya mengandalkan gelombang dukungan masyarakat saat momentum politik datang bersamaan.
Catatan Redaksi:
Apakah perubahan ini akan membawa demokrasi yang lebih sehat atau justru menciptakan ketimpangan kuasa antara pusat dan daerah? Kita nantikan proses pengesahan RUU Pemilu yang akan menjadi penentu arah politik Indonesia ke depan.