![]() |
Ilustrasi |
DerapHukumPos.com -- KOTA MALANG — Slogan “Presisi” yang selama ini dikibarkan oleh institusi Polri kembali tercoreng. Kali ini, Satreskrim Polresta Malang Kota diduga keras telah bermain api dengan melepas terduga pelaku sindikat penggelapan dan penadahan mobil curian. Praktik busuk ini bukan hanya mengkhianati amanat institusi, tapi juga menusuk kepercayaan publik yang selama ini semakin menipis terhadap aparat penegak hukum.
Ironisnya, dugaan pelepasan tersebut dikaitkan dengan adanya transaksi gelap bernilai ratusan juta rupiah. Uang, sekali lagi, diduga menjadi kunci yang membuka jeruji hukum bagi para pelaku kejahatan yang seharusnya dibekuk tanpa kompromi.
Padahal, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo — Kapolri yang sedang gencar-gencarnya memberantas praktik korupsi internal dan kriminalitas di tubuh Polri — telah tegas menyatakan akan memproses siapa pun anggota yang terbukti terlibat suap atau bermain mata dengan pelaku kriminal. Sayangnya, semangat bersih-bersih ini seperti tak berlaku di Malang.
Berdasarkan informasi dari narasumber terpercaya, pada Rabu malam (11/06/2025), Satreskrim Polresta Malang Kota sempat mengamankan seorang pelaku penjual mobil curian dan seorang teknisi berinisial S, warga Jl. Kecipir, Bumiayu, yang diduga berperan menghilangkan jejak GPS kendaraan. Namun keesokan harinya, kabar mencengangkan menyebar: para pelaku telah "bebas tugas", diduga usai menyetor mahar tebusan.
"Benar, Mas. Aku sempat ditangkap, tapi sekarang sudah bebas. Biaya tebusnya ya cukup lumayan. Barang bukti ada dua mobil," ujar salah satu tersangka dalam pengakuannya kepada media, tanpa beban dan dengan bahasa yang nyaris melecehkan logika hukum.
Ketika dikonfirmasi oleh awak media, Unit Reskrim Polresta Malang Kota hanya memberi jawaban normatif dan menghindar: “Biar Pak Kasat Reskrim yang menjelaskan, Pak.”
Jawaban yang tak hanya menimbulkan tanda tanya besar, tapi juga mengesankan adanya upaya menutupi borok institusi.
Dugaan kuat praktik suap dan pelepasan tersangka ini bukan lagi sekadar aib lokal. Ini adalah potret gamblang tentang bagaimana aparat bisa berubah menjadi pelindung kejahatan — asalkan harga yang ditawarkan cukup tinggi.
Polresta Malang Kota kini berada di titik nadir kredibilitas. Jika tidak ada tindakan tegas dari Polda maupun Mabes Polri, maka publik layak mempertanyakan: siapa sebenarnya yang berkuasa — hukum atau uang?.(*)